Pada hari Selasa, 07 Mei 2024, bertempat di Gedung A6 603 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, sebuah diskusi penting digelar dalam program pendidikan sosiologi. Acara yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga 11.00 WIB ini membahas peran krusial ilmu sosial dan perspektif gender dalam sektor kehutanan, dengan pengalaman khusus di Nabire dan Kapuas sebagai titik fokusnya.

Diskusi tersebut dimeriahkan oleh kehadiran Arief Erlangga Pradana S.Ant, seorang praktisi berpengalaman yang menjabat sebagai Manager Community Development PT. Babugus Energy Lestari di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Beliau menjadi pembicara utama dalam sesi diskusi tersebut.

Salah satu pokok bahasan yang mendapat sorotan adalah peran Departemen Sosial dan perspektif gender dalam sektor kehutanan. Departemen Sosial dianggap memiliki potensi besar sebagai fasilitator atau penghubung antara perusahaan dengan masyarakat. Diskusi menggarisbawahi bahwa keilmuan sosial dapat menjadi instrumen penting dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat agar sejalan dengan visi dan misi perusahaan, menciptakan keseimbangan yang adil antara kepentingan bisnis dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Tidak hanya itu, diskusi juga menyoroti pentingnya implementasi Konvensi ILO 169 (1989), khususnya dalam menjaga hak-hak masyarakat hukum adat terkait dengan Sumber Daya Alam (SDA), terutama tanah. Hal ini tercermin dalam Bab 2 Pasal 15 konvensi yang berisi “hak-hak masyarakat hukum adat yang bersangkutan atas SDA yang berkaitan dengan tanah-tanah harus secara khusus dijaga dan dilindungi”.

Perbincangan yang tak kalah menarik adalah mengenai partisipasi perempuan dalam sektor kehutanan. Pertanyaan “apakah perempuan dapat bekerja di sector kehutanan?” hal ini dijawab dengan jelas, “sangat mungkin, asalkan sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan yang ada. Perusahaan juga didorong untuk memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan gender, termasuk dalam praktek kerja dan pengelolaan sumber daya manusia, demi memenuhi standar seperti FSC atau PHPL”.

Diskusi ditutup dengan sesi tanya jawab antara pemateri dan audiens. Antusiasme peserta terhadap topik yang dibahas cukup tinggi, meskipun waktu diskusi terbatas sehingga hanya tiga pertanyaan yang dapat terjawab oleh pemateri. Dengan demikian, Kuliah Praktisi ini tidak hanya menjadi forum refleksi akademis, tetapi juga panggung bagi pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana ilmu sosial dan perspektif gender dapat berperan dalam membangun sektor kehutanan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. (By: Furaida Nabilla)

Need Help? Chat with us